Hidrolisis dan Saponifikasi

Hidrolisis tersusun dari dua kata yaitu hidro (hydro) yang berarti air dan lisis (lysis) yang artinya pecah atau terurai. Dengan demikian dapat diartikan sebagai perpecahan atau penguraian molekul air (H2O) menjadi anion hidroksil (OH-) dan kation hidrogen/proton (H+). Sementara itu, di dalam proses hidrolisis juga terjadi perpecahan molekul lain yang disebabkan oleh kehadiran molekul air bersamanya. Untuk itu dapat didefinisikan juga sebagai proses lisis atau perpecahan suatu molekul yang disebabkan oleh molekul air.

Dengan demikian, hidrolisis adalah sebuah proses yang saling ketergantungan, keberadaan molekul air saja tidak akan terjadi. Begitu pula tanpa adanya air juga tidak akan terjadi perpecahan molekul lain. Walaupun demikian, proses hidrolisis suatu molekul oleh air saja berlangsung sangat lambat atau bisa dikatakan sulit, tanpa adanya katalisator baik berupa senyawa lain maupun kondisi lingkungan. Senyawa pengkatalis itu dapat berupa asam, basa atapun enzim, sedangkan kondisi lingkungan adalah temperatur proses atau pemanasan. Dalam aplikasinya hidrolisis selalu disertai dengan katalis dan suhu tinggi, kecuali untuk enzim yang memerlukan suhu optimum tertentu. Untuk asam yang sering digunakan adalah HCl: asam klorida (cloric acid) dan H2So4: asam sulfat (sulfuric acid), sedangkan untuk basa adalah NaOH: natrium hidroksida (sodium hydroxide).

Dalam proses hidrolisis, ketiga senyawa yang terlibat yaitu: molekul yang akan dipecah, air, dan katalis (asam atau basa) akan saling bertukaran unsur-unsur yang dimilikinya. Sebagai ilustrasi misalkan ada tiga molekul dengan nama AB (diibaratkan sebagai molekul yang akan dipecah), CX (sebagai air, H-OH), dan DX (Na-OH). Di mana masing-masing huruf menandakan unsur yang dimilikinya. Dalam ilustrasi ini, X1 dan X2 merupakan unsur yang sama yaitu OH (hidroksil), pemberian nomor 1 dan 2 hanya untuk membedakannya saja.

Dengan demikian dari tiga molekul tersebut hanya ada lima unsur, yaitu A, B, C, D dan X. Ketika ketiga molekul itu dicampur dalam suhu tinggi, maka masing-masing molekul akan mengalami perpecahan, dan mereka akan saling bertukar unsur yang dimiliki untuk mencapai kondisi yang molekul yang lebih stabil. Salah satu kemungkinannya adalah A akan bergabung dengan D, membentuk molekul baru AD. Unsur B bergabung dengan X1, membentuk BX1 (disederhanakan sebagai BX), sedangkan sisanya C bergabung dengan X2 membentuk CX2 (disederhanakan menjadi CX). Dengan demikian hadir dua molekul baru yaitu AD dan BX, sedangkan CX tetap, walaupun sekarang berpasangan dengan X2.

Hidrolisis trigliserida dengan basa menghasilkan glycerol dan sodium carboxylates

Contoh dari ilustrasi di atas adalah proses saponifikasi, yang dapat dikategorikan sebagai salah satu proses hidrolisis. Dalam saponifikasi, tiga senyawa dilibatkan yaitu trigliserida atau lemak (lipid) yang merupakan ester dari asam lemak (triester), air dan NaOH (dalam bentuk larutan). Diibaratkan trigliserida sebagai AB, air sebagai CX, dan NaOH sebagai DX. Melalui pemanasan, maka dalam proses saponifikasi akan menghasilkan senyawa garam natrium karboksilat dan gliserol (glycerol). garam natrium dapat dikatakan sebagai senyawa AD, gliserol sebagai BX, dan ekses air sebagai CX.

Penjelasan di atas merupakan ilustrasi yang disederhanakan dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman dan ingatan tentang proses hidrolisis. Walaupun demikian sebenarnya proses saponifikasi seperti yang dicontohkan di atas berlangsung cukup rumit melalui mekanisme yang disebut sebagai nucleophilic acyl substitution (sumber: wikipedia.org) yang digambarkan seperti gambar di bawah ini.

Tahap 1: Anion hidroksil menyerang gugus ester.

Tahap 2: Pelepasan alkoxide (RO-) menghasilkan senyawa asam karboksilat.

Tahap 3: Proton dari asam karboksilat berpindah ke alkoxide (RO-), menyebabkan asam karboksilat kehillangan proton sehingga bermuatan negatif yang kemudian akan diisi oleh alkali seperti natrium (Na).

Kelebihan dan Kekurangan Produk Bahan Alam

Di era yang semakin modern seperti sekarang ini, di mana salah satunya ditandai dengan perkembangan teknologi informasi digital yang begitu cepat, ada sebuah kecenderungan tren gaya hidup untuk kembali mendekat ke alam (back to nature). Setelah fase industrialisasi yang begitu pesat, manusia mulai menyadari bahwa hidup yang ideal adalah hidup yang harmoni dan menyatu dengan alam, hidup harus mengikuti dan selaras dengan sistem alam, karena kelangsungan dan kesejahteraan hidup manusia tergantung dengan alam. Hal ini juga dilatarbelakangi oleh pengotoran alam lewat berbagai polusi hasil industrialisasi, serta ketersediaan energi yang semakin terbatas, sehingga muncul berbagai teknologi yang menjadikan faktor alam menjadi kiblat pengembangannya, seperti teknologi layar LCD, mesin hybridsolar cellrenewable energy, berbagai desain bangunan, tata raung, serata peralatan/device yang mengarah ke energy efficiency dengan sistem pengoperasian yang berusaha didekatkan sehumanis dan senatural mungkin.

Dalam bidang industri makanan dan obat-obatan, kecenderungan untuk menggunakan produk-produk berbasis bahan alam (natural product) juga semakin terasa. Berbagai data juga membuktikan kecenderungan itu, seperti terlihat dari meningkatnya volume perdagangan dunia sebesar 25% untuk produk herbal suplemen, dan 5-15% untuk obat-obat herbal (International Trade Center, Third United Nations Conference on The Least Developed Countries, Discussion Document, Brussels, 16 May 2001). Tren seperti itu secara logika karena dipengaruhi oleh berbagai kelebihan yang dimiliki oleh produk-produk bahan alam (nutrasetikal). Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain:

  1. Obat-obat herbal lebih murah dibandingkan dengan pengobatan melalui obat-obat konvensional.
  2. Obat herbal dapat dikonsumsi tanpa menggunakan resep dokter, sehingga mudah diperoleh di toko-toko herbal.
  3. Pengobatan dengan herbal diketahui lebih produktif dibandingkan dengan bentuk pengobatan lain, terutama untuk kondisi-kondisi tertentu. Tanpa dicampur dengan bahan-bahan kimia tambahan lainnya, menjadikan obat herbal lebih aman dan alami.
  4. Tidak memiliki efek samping jika dikonsumsi dengan tidak berlebihan. Ini merupakan keunggulan tersendiri dibanding obat konvensional.
  5. Cenderung memberikan efek positif bagi kesehatan untuk jangka panjang.
  6. Obat herbal juga menjadi penangkal kegemukan/obesitas tanpa harus melakukan usaha yang banyak menyita waktu dan dana.
  7. Cenderung memberikan sugesti rasa aman bagi pengkonsumsinya, tanpa takut adanya efek samping karena penggunaan bahan kimia.
  8. Telah dibuktikan khasiatnya tanpa adanya efek samping yang nyata secara tradisional selama jangka waktu yang lama.

Walaupun begitu banyak kelebihannya, obat herbal juga memiliki beberapa kekurangan, di antaranya adalah:

  1. Obat herbal tidak efektif untuk pengobatan penyakit yang sudah parah/serius. Obat herbal tidak dapat digunakan secara cepat untuk menyembuhkan patah tulang misalnya, atau untuk pertolongan pada serangan jantung.
  2. Pada beberapa kasus, pengguna obat tradisional salah dalam mengindikasi gejala-gejala yang muncul dari suatu penyakit, sehingga terjadi kesalahan dalam pemakaian jenis obatnya. Berbeda dengan pengobatan konvensional, di mana dokter memberikan resep dengan obat tertentu berdasarkan pada data pemeriksaan yang sudah standar. Pada pengobatan dengan herbal, yang terjadi adalah semacam trial and error.
  3. Meski obat herbal mampu menyembuhkan berbagai penyakit, tetapi membutuhkan masa yang lebih panjang, dan tidak bisa secara spontan. Sehingga dibutuhkan kesabaran lebih dalam pemakaian obat herbal.
  4. Untuk beberapa orang, ada kemungkinan obat herbal akan mendatangkan efek alergi. Berbeda dengan obat konvensional meskipun dapat mendatangkan efek alergi juga tetapi dokter dapat memeriksa sebelumnya apakah pasien cocok atau tidak karena efek alergi dari obat tersebut.
  5. Pemerintah belum dapat memberikan standar atas obat herbal, sehingga resiko dari penggunaan ditanggung sendiri oleh pengguna.

Meskipun demikian, obat herbal dan produk berbasis bahan alam lainnya tetap memiliki kelebihan yang lebih dibandingkan berbagai kelemahannya, di mana kelemahan-kelemahan tersebut sebenarnya lebih disebabkan belum terstandarsisasinya obat herbal secara lengkap. Dengan berbagai penelitian yang saat ini terus berkembang, di masa-masa mendatang penggunaan obat herbal atau produk-produk berbasis bahan alam akan dapat menggantikan peran dari obat-obat konvensional, karena lebih minim efek samping.

Agung Nugroho, Wonju, 31 Mei 2012.

Menyelami Makna Doa dalam Bacaan Duduk di Antara Dua Sujud

Kita telah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa hidup di bumi Indonesia, yang letaknya ribuan kilometer dari negeri Arab, tempat di mana agama Islam diturunkan dengan perantara bahasa Arab. Otomatis, bahasa Arab menjadi bahasa asing bagi kita. Sementara seluruh bacaan dalam shalat, yang sebenarnya di dalamnya berisi doa-doa, pujian, kabar gembira dan peringatan, dilafalkan dalam bahasa Arab, di mana sebagian besar dari kita tidak menguasainya secara mendalam sehingga makna-makna dari doa-doa itu menjadi terlewatkan. Padahal hal makna itu lebih penting dan utama dari sekedar lafal secara lisan. Hal ini dapat diartikan kondisi yang kurang menguntungkan bagi kita yang terlahir di Indonesia, tetapi Allah yang Maha Adil tentunya akan memberi nilai yang lebih bagi kita yang benar-benar  berusaha untuk memahaminya. Dan sebagian besar dari kita, mulai TK, TPA, sampai kuliah, dalam pelajaran agama Islam, sepertinya kita lebih ditekankan pada penguasaan ritual-ritual bacaan secara lisan melalui hafalan-hafalan, dan sedikit sekali penekanan pada maknanya itu sendiri.

duduk antara 2 sujuddiaryizzara.blogspot.com

Duduk antara dua sujud - diaryizzara.blogspot.com

Saya pribadi merasa punya kelemahan dalam menghafal mati, apalagi pelajaran SD dan SMP banyak sekali bacaan-bacaan, baik itu bacaan shalat, surat dan ayat Al Qur’an, serta hadist-hadist yang harus dihafal karena menjadi dasar penilaian di mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, di ma mau tidak mau kita harus menghafalnya. Untuk menyiasati kelemahan itu, saya mencoba menghafal dengan mengait-ngaitkan arti bacaan itu, sehingga didapatkan logika hubungan antara lafal Arab dengan arti Indonesia-nya. Dengan cara seperti itu, lebih mudah bagi saya untuk menghafalkannya, meskipun memakan waktu yang lebih lama. Dalam kosakata bahasa Arab, memang banyak sekali dijumpai lafal yang berbeda, meskipun memiliki arti yang mirip, tetapi pada dasarnya memiliki sebuah lafal dasar yang sama, seperti: arrahmaanirrahiim, warhamni, rahimakulullah, warrahmah dan lainnya, lafal-lafal itu pada dasarnya bermakna tentang kasih sayang, hanya berbeda dalam konteks kalimatnya, sehingga lafalnya pun berubah.

Sebenarnya bacaan-bacaan dalam shalat yang kita lafalkan setiap hari memiliki makna yang luar biasa jika kita mampu menyelami maknanya di setiap bacaan yang kita ucapkan. Dengan memahami maknanya, menjadikan pikiran kita lebih konsentrasi, dan terasa bacaan itu menghadirkan sebuah kedekatan, harapan, dan kasih sayang Allah SWT pada kita. Memang hal ini menjadikan waktu shalat kita akan berdurasi lebih lama. Salah satu bacaan dalam shalat yang menurut saya sangat penuh makna harapan dan kasih sayang Allah adalah pada saat duduk di antara dua sujud, di mana bacaan itu sebenarnya adalah sebuah doa yang sederhana, tetapi mencakup segala aspek untuk mendapatkan kesuksesan hidup di dunia dan akhirat. Saya yakin, hampir semua dari kita umat Islam, hafal dengan bacaan pada saat duduk di antara dua sujud. Tetapi barangkali ada dari kita yang kurang mau memahami makna dalam bacaan itu. Jika dilihat dari jumlah katanya maka ada delapan buah doa di dalamnya, yaitu sebagai berikut:

Doa antara dua sujud (nubuwwah.blogspot.com)

1. Rabbighfirlii, Ya Rabb ampunilah aku….  Sebagai manusia, kita selalu diliputi dengan khilaf dan salah, baik di mata manusia maupun di mata Allah, baik yang kita sadari maupun tidak. Untuk itu sebagai wujud ingin membersihkan diri dan juga bersih di mata Allah, kita selalu memohon untuk diampuni kesalahan-kesalahan kita, dan yakin Allah yang Maha Pengampun pasti mengampuninya, ini akan menjadi sebuah kekuatan dalam batin kita.

2. Warhamni, Ya Rabb, kasihilah aku…. Setelah kita mohon ampun, kita meminta untuk senantiasa dikasihi Allah, disayangi, dirahmati, dan diridhai. Bagaimana rasanya jika kita senantiasa disayangi, tentunya sangat menentramkan. Dengan disayangi, tentunya kita akan selalu diberi lindungan, keselamatan, dan petunjuk sehingga hidup kita selamat dan bahagia.

3. Wajburnii, Ya Rabb, perbaikilah diriku, perbaikilah kekurangan-kekuranganku…. Manusia bukanlah malaikat yang suci dari dosa, manusia penuh dengan kekurangan, pernah melakukan dan dekat dengan kesalahan-kesalahan, untuk itu kita memohon untuk diberikan perbaikan, dijagakan dari kesalahan-kesalahan, sehingga kita menjadi manusia yang baik di mata Allah dan insyaAllah akan baik pula di mata manusia.

4. Warfa’nii, Ya Rabb, angkatlah derjatku…. Kita memohon untuk dijadikan manusia yang benar, manusia yang tinggi derajatnya di sisi Allah, manusia yang benar, manusia yang baik, dan tentunya juga menjadi manusia yang terhormat di mata manusia.

5. Warzuqnii, Ya Rab, limpahkan pada hamba rizki…. Hidup tidak bisa dilepaskan dari rizki, atau dengan kata lain harta. Kita punya keluarga yang menjadi tanggung jawab kita untuk menghidupinya, untuk mensejahterakannya, untuk memberikan rasa aman dan tentram, serta untuk menjaga kehormatan, maka harta menjadi salah satu medianya. Maka dari itu kita mohon untuk diberikan kemurahan dan kecukupan rizki, dengan rizki yang halal dan berkah.

6. Wahdinii, Ya Rabb, selalu berilah hamba petunjuk…. Petunjuk, cahaya, tuntunan dan hidayah Allah adalah kunci untuk keselamatan hidup. Kita memohon untuk diberikan bimbingan, petunjuk, dan arah yang benar untuk setiap langkah kita, sehingga kita akan melewati jalan yang selamat dan terhindar dari jalan yang salah dan sesat dalam rangka menuju kehidupan yang hasanah di dunia dan akhirat.

7. Wa’aafinii, Ya Rabb berilah hamba kesehatan…. Kesehatan tidak ternilai harga dan nikmatnya. Sakit gigi saja, menderitanya sungguh luar biasa, apalagi sakit-sakit yang lain yang sangat menyiksa dan kadangkala menghabiskan biaya yang luar biasa untuk pengobatannya. Dan Allah pun menyuruh dan memberi kesempatan pada kita untuk meminta sehat itu. Sekali lagi, sehat adalah nikmat yang luar biasa, kita akan merasakan itu adalah nikmat yang luar biasa tatkala kita mendengar atau mengetahui orang di sekeliling kita yang mengalaminya.

8. Wa’fuannii, Ya Rabb, maafkanlah hambamu ini…. Yang terakhir, kita ingin selalu dalam kasih sayang, perlindungan, petunjuk, karunia rizki dan sehat, maka kita berusaha untuk lebih dekat lagi dengan senantiasa merendahkan diri, mendekat, dan memohon maaf.

Demikianlah delapan doa tersebut. Makna doa akan sangat terasa, jika kita mampu menjaga konsentrasi kita untuk memaknai setiap lafalnya, dengan sikap penuh harap, dan merasakan seakan-akan Allah di dekat kita, dan mendengar doa itu, serta dengan penuh keyakinan, pasti Allah akan mengabulkannya. Ada sebuah ungkapan “Doa tanpa Usaha adalah Kebohongan, Usaha tanpa Doa adalah Kesombongan”, itu memang benar adanya dalam konteks agama Islam. Jika kita hanya berpangku tangan, malas, tidak berikhtiar maka hal itu adalah sikap yang membohongi Allah, sedangkan jika mengabaikan doa kepada Allah, dan merasa kita mampu sendiri, maka hal itu adalah sebuah kesombongan di hadapan Allah. Dan secara lahiriah, doa tentunya memberikan efek psikologis yang luar biasa terhadap setiap upaya yang kita lakukan, dan juga akan memberikan landasan kepasrahan pada Yang Maha Kuasa, sehingga jika memang kita mengalami kegagalan, maka tidak akan menjadi sesuatu yang menyakitkan. Demikian, semoga bermanfaat…. aamiin.

Wonju, 9 Ramadhan 1432 H – 8 Agustus 2011, pukul 01:40.

Nuclear Magnetic Resonance (NMR) – Gambaran Umum

Senyawa aktif yang diekstrak atau diisolasi dari tanaman

Kimia analitis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu analisis kualitatif (qualitative analysis – QLA) dan analisis kuantitatif (quantitative analysis – QTA). QLA memfokuskan diri pada kegiatan identifikasi jenis dan sifat suatu senyawa organik yang terkandung dalam suatu material, misalkan tanaman tertentu. Jika telah diketahui jenis dan sifat dari senyawa tersebut, maka perlu dilakukan perhitungan kuantitatif (QTA) kandungan senyawa yang dimaksud dalam material atau tanaman tersebut. Dengan QLA kita dapat mengenali struktur kimia dan nama senyawa dengan jalan menganalisis ciri-ciri yang dimiliki dari berbagai sudut pandang melalui berbagai teknik. Teknik yang dapat digunakan antara lain dengan ultra-violet (UV) spectrum,  infrared (IR) spectrum, mass spectrum (MS), melting point, color and physical appearance, serta NMR (nuclear magnetic resonance) itu sendiri. Sedangkan QTA dapat dilakukan menggunakan HPLC (high performance liquid chromatography) dengan berbagai teknik baik secara kuantitatif sederhana maupun atau dengan simultaneous determination, di mana dengan metode yang terakhir ini data yang dihasilkan lebih akurat. Baik, untuk kali ini akan dibahas mengenai NMR.

Dari namanya dulu, nuclear magnetic resonance, atau resonansi magnetik inti atom. Atom yang dimaksud di sini ada dua jenis yaitu atom karbon (C) dan proton (H), jadi ada dua jenis NMR, yaitu C-NMR dan H-NMR. Kita akan membahas untuk C-NMR dahulu, karena lebih mudah untuk dipahami. Bicara soal atom karbon, kita tahu karbon memiliki nomer masa 12, atau disebut C-12, tetapi ada juga karbon dengan nomer masa 13 (C-13), di mana keberadaannya hanya sekitar 1% saja. Untuk NMR, atom karbon yang dideteksi  adalah C-13 ini, karena memiliki spin (1/2) yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui jumlah atom karbon dalam suatu senyawa, posisinya seperti apa,  serta berikatan dengan atom lain melalui ikatan apa, dengan cara mendeteksi resonansi magnetiknya. Dengan cara tersebut kita akan dapat mengetahui struktur kimia senyawa tersebut.

Pertama kita bayangkan dulu bahwa atom C-13 adalah sebuah jarum kompas kecil, di mana jika ditempatkan pada daerah bebas interfensi medan magnet lain, maka salah satu ujungnya akan mengarah pada medan magnet bumi, utara dan selatan. Jika di sekitar jarum tersebut diberikan interfensi medan magnet dengan arah yang berkebalikan dengan medan magnet bumi, maka akan terjadi perlawanan antara kedua medan magnet tersebut, yang mengakibatkan jarum akan bergerak-gerak dari posisi mulanya. Apabila, interfensi medan magnet tersebut lebih besar dari interfensi medan magnet bumi, maka jarum kompas akan mengarah berlawanan dengan posisi sebelumnya. Prinsip inilah yang mendasari cara kerja NMR.

Seperangkat Bruker Avance DPX-300 NMR (http://pharmaresearchdevelopment.blogspot.com)

Pada sebuah instrumen NMR, medan magnet dibuat sedemikian rupa pada tingkat energi tertentu, disesuaikan dengan tingkat energi atom karbon pada C-13 NMR ataupun pada  Proton NMR. Medan magnet ini, dianggap sebagai medan magnet bumi pada ilustrasi atom C-13 yang telah dijelaskan sebelumnya, di mana atom C-13 diibaratkan sebagai sebuah jarum kompas yang bergerak menyesuaikan interfensi medan magnet di sekitarnya. Selanjutnya interfensi medan magnet lain yang dapat menyebabkan atom C-13 tesebut bergerak berlawanan arah (flipping) dari posisi awal dilakukan oleh sebuah gelombang radio dengan frekuensi tertentu yang berkisar antara 25 – 125 MHz.

Besarnya frekuensi gelombang radio yang dibutuhkan sebuah atom C-13 untuk melakukan flipping berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan dari atom C-13 tersebut. Jika atom tersebut berada pada lingkungan dengan elektronegatifitas yang besar, maka frekuensi yang diperlukan untuk flipping menjadi lebih kecil, begitu pula sebaliknya. Kondisi lingkungan ini dipengaruhi oleh keberadaan atom-atom lain di sekitar atom karbon tersebut, yang dapat berupa atom Oksigen, Hidrogen, ataupun Karbon tetangganya, serta dipengaruhi pula oleh ikatan dengan atom tetangganya tersebut. Adanya ikatan rangkap menyebabkan tingkat elektronegatifitasnya menjadi lebih besar, sehingga frekuensi yang diperlukan lebih kecil lagi.

Mengapa lingkungan dengan elektronegatifitas yang besar, malah membutuhkan energi atau frekuesi yang lebih rendah? Hal dapat dianalogikan sebagai berikut. Dalam teori atom, sebuah atom memiliki sejumlah elektron tergantung pada nomer atom tersebut, di mana elektron-elektron itu berlokasi pada orbital-orbital tertentu yang berada di sekitar inti atom. Jika pengaruh lingkungan luarnya sangat kecil, maka elektron-elektron tersebut memiliki kecenderungan dengan inti yang kuat. Sehingga dibutuhkan energi yang lebih tinggi untuk mengganggu elektron-elektron tersebut. Kondisi demikian disebut dengan tingkat elektronegatifitas kecil (pengaruh lingkungan kecil). Sebaliknya jika, pengaruh dari luar cukup kuat, maka kecenderungan elektron terhadap inti atom juga mengecil, sehingga elektron-elektron tersebut lebih labil, dengan kata lain untuk melakukan flipping maka energi yang dibutuhkan juga lebih kecil, kondisi yang kedua ini disebut dengan elektronegatifitas yang besar.

Dalam sebuah senyawa, sebagai contoh flavonoid, terdiri dari sejumlah atom karbon dengan posisi dalam struktur molekul yang beraneka ragam dengan ikatan yang berbeda-beda pula. Dengan demikian didapatkan adanya suatu fluktuasi frekuensi gelombang radio yang disebabkan oleh atom-atom karbon tersebut. Dalam NMR, fluktuasi frekuensi tersebut divisualisasikan dalam menjadi sebuah spektrum, di mana akan muncul beberapa peak yang tergantung pada jumlah atom karbon pada senyawa yang sedang dianalisa. Sebagai contoh senyawa flavonol terdiri dari 15 atom karbon, maka dalam spektrum yang dihasilkan terdapat 15 peak (di luar peak dari solvent yang digunakan) dengan nilai-nilai yang berbeda-beda, yang disebut sebagai chemical shift. Chemical shift memiliki satuan ppm (part per million), di mana secara menandakan bahwa semakin tinggi nilai chemical shift, maka energi atau frekuensi yang diperlukan sebuah atom untuk melakukan flipping adalah semakin kecil, yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar atom tersebut di mana memiliki tingkat elektronegatifitas yang besar.

Mengapa chemical shift menggunakan satuan ppm? Hal ini sebenarnya mengacu pada perubahan tingkat energi (frekuensi) atas atom-atom tersebut terhadap nilai standar (nol), yang biasanya digunakan adalan TMS (tetramethylsilane) yang berada pada nilai nol tersebut. Perubahan frekuensi tersebut sangat kecil, sehingga perlu faktor pengali sebesar satu juta (1,000,000) karena menggunakan satuan frekuensi Mega Hertz. Dengan demikian diperoleh bilangan bulat yang mudah dibaca.

Berdasarkan nilai chemical shift tersebut, maka dapat diketahui jumlah atom karbon dalam suatu senyawa, beserta posisinya dalam struktur kimia, sehingga dapat disimpulkan jenis, nama, dan struktur kimia dari senyawa tersebut. Proses penentuan struktur ini dikenal dengan istilah elusidasi. Walaupun demikian analysis suatu senyawa tidaklah semudah yang dibayangkan. Data dari C-13 NMR saja tidak cukup, apalagi jika menyangkut jenis senyawa baru, maka diperlukan data-data lainnya, seperti Proton NMR, Mass Spectroscopy, UV and IR Spectroscopy, dan juga data-data NMR yang dikembangkan dari C-13 NMR dan Proton NMR, seperti HMBC, HMQC, COSY, C-H Corr, DEPT dan lainnya. InsyaAllah akan dibahas pada artikel-artikel selanjutnya.

 

Wonju, 8 Ramadhan 1432 H – 7 Agustus 2011.

 

Membiasakan gosok gigi setelah makan siang….

Wilayah Korea Selatan hanya separuh dari wilayah di atas

Korea Selatan merupakan negara yang penduduknya memiliki homogenitas budaya yang tinggi. Luas wilayahnya yang kira-kira hanya setengah Pulau Jawa bisa jadi merupakan salah satu alasannya. Mungkin hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendukung pesatnya perkembangan Korea Selatan dalam segala bidang. Penduduk yang homogen mempermudah kebijakan dan strategi pemerintah untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Aturan-aturan yang dibuat dapat dijalankan sesuai dengan rencana/prosedur, bukannya dibuat untuk dilanggar. Fasilitas-fasilitas umum yang disediakan juga termanfaatkan secara efektif, karena memang masyarakatknya mudah diatur dan kompak untuk saling menjaganya. Memang menangani Indonesia yang sedemikian kompleks jauh lebih sulit dibandingkan menangani negara homogen seperti Korea Selatan. Kita tidak akan membahas secara rumit mengenai hal ini. Penulis hanya ingin menyajikan beberapa hal kecil yang menjadi kebiasaan positif masyarakat Korea yang homogen itu, dengan harapan untuk dapat kita tiru guna meningkatkan kualitas hidup. Tidak ada maksud sedikitpun ingin memuja-muja Korea, dan menganggap rendah diri kita, karena di sisi lain kita memiliki nilai-nilai positif yang lain, dan mereka juga memiliki nilai-nilai negatif yang tidak perlu ditiru.

Membiasakan dan membudayakan gosok gigi sehabis makan siang

Baik, seperti judul di atas, kita mulai dari kebiasaan sederhana menggosok gigi setelah makan siang. Saya akan mengambil contoh apa yang saya alami sehari-hari, di mana sebagaian besar waktu dihabiskan di laboratorium (lab). Di Korea, seorang dosen atau profesor biasanya memiliki lab masing-masing sesuai bidangnya, dan memiliki anggota lab (member) beberapa orang mahasiswa baik S1, S2, ataupun S3. Untuk model anggota lab ini akan kita bahas pada artikel lain, karena juga cukup menarik. Biasanya di lab, masing-masing orang menyiapkan sikat gigi dan mug/cup/cangkir untuk kumur. Jam 12 merupakan waktu makan siang. Untuk jam makan memang tertib, jam 12 untuk makan siang dan jam 18 untuk makan malam. Biasanya makan siang juga bareng-bareng, setelah selesai balik lagi ke lab, langsung masing-masing gosok gigi, lima menit cukup. Hal demikian sudah menjadi budaya di lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat kerja. Tidak berat dan tidak sulit, cuma butuh kebiasaan saja, jika tidak melakukan itu, terasa ada yang tidak  nyaman di mulut.

Hal demikian sangatlah sederhana, tapi manfaatnya luar biasa. Kesannya merupakan hal yang sepele dan ringan, tapi belum tentu kita mudah membiasakan karena lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit menemukan tempat untuk gosok gigi di tempat kerja kita, atau mungkin kita akan dianggap sok-sokan. Lain halnya jika itu sudah menjadi budaya, kita akan ringan menjalankan dan jika tidak melakukan malah kesannya ada yang kurang. Seperti kebiasaan sembahyang shalat saja, jika belum melakukan pasti ada perasaan yang mengganjal. Ini masalah kebiasaan. Sebenarnya kita juga disunahkan untuk menggosok gigi sebelum shalat, dan kita yakin ini mendatangkan pahala dan ridhaNya. Jadi ini menjadi contoh satu lagi adanya anjuran agama yang sering kita lalaikan tetapi telah menjadi budaya bagi orang-orang yang tidak menganutnya.

Semoga bermanfaat….

Wonju, 6 Juni 2011, 01:00.

Open Column Chromatography

Pada artikel sebelumnya telah disebutkan beberapa tipe open column chromatography, berdasarkan fase diam yang dipakai, yaitu antara lain Silica gel (SiO2), ODS (Octadecylsilane), Sephadex, dan juga ion exchange resin (Diaion). Pada artikel ini, akan lebih fokus menjelaskan mengenai teknik isolasi senyawa tunggal dengan metode kolom, yang meliputi: pembuatan kolom (packing column), persiapan ekstrak sampel, pembuatan pelarut/fase gerak (eluent), aplikasi sampel atau elusi, serta koleksi fraksi-fraksi terelusi. Masing-masing jenis kolom tersebut memiliki teknik yang sedikit berbeda, tapi prinsipnya sama. Nah, sebelum itu akan dijelaskan terlebih dahulu perbedaan prinsip dari masing-masing jenis kolom tersebut.

Silica gel untuk Open Column Chromatography

Kolom silica gel termasuk dalam kromatografi fase normal (normal phase), karena fase diamnya bersifat polar. Sebenarnya fase asli silica tidak bersifat polar, dan berbentuk padat/granul/powder, tetapi ketika diaplikasikan dalam sebuah kolom bersama eluent makan sifatnya berubah menjadi polar, dan berubah menjadi gel (karakteristik silica gel akan dibahas pada artikel terpisah). Untuk fase diam silica gel ini menggunakan eluent berupa larutan dengan berbagai persentase antara chloroform (CHCl3), methanol, dan air, di mana perbandingan antara choloroform dan methanol sebaiknya genap 100 %, dan ekses air 10 %. Sebagai contoh chloroform:methanol:air (C:M:W)= 60:40:10, atau 70:30:10 dan sebagainya. Yang paling berperan di sini adalah choloroform dan methanol, karena keduanya bersifat saling larut (miscible), dengan indeks polaritas yang tidak jauh berbeda. Sedangkan penambahan air selain sedikit mempengaruhi polaritas, juga berfungsi sebagai penutup dari campuran kedua pelarut tersebut, sehingga tidak menguap bebas, sama prinsipnya dengan water closed pada toilet. Pemilihan eluent didasarkan pada tes awal menggunakan TLC (baca di sini).

Sebelum melakukan packing column, solvent (sama dengan eluent, tetapi istilah eluent dipakai jika solvent diaplikasikan pada saat proses elusi kolom) sudah harus disiapkan karena silica yang berbentuk serbuk, harus dilarutkan dulu dengan solvent di atas sampai berwujud gel. Gel inilah yang kemudian dituangkan ke dalam kolom. Proses ini dinamakan packing coloumn. Kolom yang baik adalah jika fase diamnya terbentuk secara rapat/ketat, dalam arti tidak ada rongga udara (bubble) atau strukturnya yang tidak rapuh, untuk itu sebelum sample ekstrak diaplikasikan, perlu dipastikan dulu kolom ter-packing dengan baik yaitu dengan mengelusikan eluent terlebih dahulu beberapa jam.

Sampel dihaluskan dengan menggunakan mortar.

Pada open column chromatography, sampel yang akan dielusikan (diiosolasi), berdasarkan fasenya dibedakan menjadi dua yaitu dry phase (fase solid/kering/serbuk) dan wet phase (liquid). Untuk kolom silica gel dan ODS biasanya dalam bentuk dry phase, sedangkan Sephadex dan Diaion menggunakan metode wet phase. Untuk kolom silica gel, ekstrak yang akan dielusi harus di-mix dengan silica gel. Tahap pertama, ekstrak dilarutkan terlebih dahulu dengan methanol dalam sebuah evaporating flask (gelas untuk evaporasi menggunakan rotary evaporator), kemudian ditambahkan silica gel secukupnya, diperkirakan seluruh ekstrak dapat ter-mix dengan sempurna (semakin kecil volume silica gel yang digunakan lebih baik, karena selain efisien juga tingkat presisi untuk isolasi lebih baik). Kemudian campuran larutan ekstrak dan silica gel tersebut dievaporasikan sampai terbentuk granul-granul, di mana ekstrak sudah terabsorbsi dalam silica gel. Granul ini harus dilembutkan menggunakan mortar sehingga diperoleh fase serbuk, yang kemudian baru bisa diaplikasikan dalam kolom kromatografi.

Open column chromatography dengan sampel siap dielusikan.

Pada aplikasi sampel ke dalam kolom, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain: (1) Volume eluent di atas fase diam disisakan seminimal mungkin, sekiranya seluruh sampel dapat terendam. Hal ini penting agar level isolasi presisi. (2) Jangan sampai sampel terlarut pada eluent yang posisinya berada di atasnya, diusahakan senyawa dalam sampel terelusi dengan baik mengikuti arah alir eluent dalam kolom. Jika hal ini terjadi, maka proses isolasi tidak akan berlangsung dengan baik. (3) Dijaga agar eluent tetap mengalir dengan flow rate yang rendah dengan tujuan sampel dapat terelusi ke bawah mengikuti aliran eluent dan mencegah sampel terlarut oleh eluent/solvent di bagian atasnya. (4) Aplikasi sampel dilakukan seperti menaburkan gula dalam minuman kopi, tetapi harus dilakukan dengan perlahan-lahan dan merata, agar sampel dapat terposisikan merata dengan struktur yang baik pada permukaan atas fase diam.

Koleksi fraksi dengan tabung reaksi.

Tahap selanjutnya adalah proses elusi. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah laju alir atau flow rate, kemudian volume koleksi, serta waktu kapan fraksi mulai dikoleksi. Flow rate yang terlalu rendah menyebabkan waktu isolasi terlalu panjang, sehingga tidak efisien, sedangkan jika terlalu cepat dikhawatirkan proses isolasi tidak berhasil, karena senyawa tidak terfraksinasi dengan baik. Penentuan volume koleksi fraksi juga ditentukan dengan memperhatikan efektifitas dan efisiensi proses, volume yang terlalu tinggi menyebabkan kehilangan kuantitas senyawa tunggal yang signifikan, karena terkontaminasi dengan senyawa lain pada fraksi sebelum atau sesudahnya. Volume yang terlalu rendah akan menyebabkan pengecekan keberadaan senyawa tunggal menggunakan TLC akan banyak dan merepotkan. Jika memang sampel dalam jumlah yang besar dan menggunakan kolom berdiameter lebar maka volume lebih tinggi dapat diaplikasikan, sedangkan jika sampel sangat sedikit dengan ukuran kolom yang kecil maka koleksi dalam volume yang rendah lebih disarankan. Koleksi dapat menggunakan tabung reaksi dengan berbagai ukuran, mulai dari 10 ml sampai 50 ml. Dapat juga dengan menggunakan alat auto sampler yang secara otomatis dapat mengoleksi fraksi.

Sementara penjelasan untuk open column chromatography dipotong sampai di sini dulu. Pembahasan selanjutnya diberikan pada artikel yang lain. Semoga bermanfaat….

Wonju, 3 Juni 2011

Nutraceuticals

Produk nutrasetikal (nutraceuticals) secara fungsi dan karakteristiknya dapat diposisikan menjadi produk transisi antara produk pangan umum (food) dengan produk obat-obatan (drug). Produk pangan (food) dapat diartikan sebagai produk yang memiliki kandungan nutrisi pokok (karbohidrat, lemak, protein, vitamin atau mineral) yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh untuk pertumbuhan normal.

Sedangkan produk nutrasetikal diartikan sebagai produk yang mengandung komponen-komponen yang tidak terdapat atau terkandung tapi dalam jumlah minim pada produk pangan umum, seperti vitamin, mineral, asam lemak tak jenuh, asam amino ataupun komponen metabolit sekunder dari tumbuhan tertentu yang memberikan manfaat kesehatan.  Sebuah produk yang dihasilkan dari proses ekstraksi atau isolasi komponen dari tumbuhan yang memiliki efek perlindungan kesehatan yang kemudian dikemas  dalam bentuk kapsul, tablet, sirup atau serbuk juga dikategorikan sebagai produk nutrasetikal.

Produk ini memiliki fungsi memberikan efek fisiologi bagi tubuh, seperti meningkatkan kesehatan, menjaga stamina, meningkatkan performa fisik dan mental, serta untuk meningkatkan daya kekebalan tubuh atau mengurangi resiko terkena penyakit. Walaupun demikian, produk ini masih dikategorikan ke dalam produk pangan, sehingga produsen tidak perlu melakukan pengujian ketat terkait dengan keamanan dalam dosis penggunaannya seperti pada produk-produk obat. Tetapi beberapa negara di Eropa sangat ketat terhadap produsen dalam distribusi produk nutrasetikal ini. Hanya produk yang sudah teruji ketat yang dapat dipasarkan tanpa harus menggunakan resep, tetapi dalam label produk harus dicantumkan bahwa fungsi produk bukan untuk menyembuhkan atau mengobati penyakit, tetapi hanya untuk menjaga kesehatan.

Beberapa kelompok produk yang termasuk dalam nutrasetikal antara lain: suplemen (dietary supplements), pangan fungsional (functional foods), makanan obat (medical foods), farmasetikal (farmaceuticals), dan di Indonesia kita juga mengenal adanya produk Jamu, karena jamu tidak dapat dikategorikan sebagai produk obat (drugs).

Semoga bermanfaat,

Wonju, 16 April 2011, 22:21.

Chromatography

Kromatografi diambil dari bahasa Romawi, yaitu chroma (warna) dan graph (gambaran/pola). Dalam aplikasinya pada bidang fitokimia, secara sederhana kromatografi dapat didefinisikan sebagai sebuah metode pemisahan  atau lebih tepatnya pengurutan berdasarkan tingkat polaritas dari komponen-komponen yang pada awalnya terkumpul dalam suatu bahan alam, yang didasarkan oleh penampakan secara grafis pada sebuah media perambatan. Media perambatan di sini diartikan sebagai fase diam (stable phase), di mana komponen-komponen tadi akan terurut atau terposisikan secara berurutan pada media ini karena terbawa oleh adanya fase bergerak (mobile phase) yang berjalan dari ujung bawah/dasar menuju ujung atas dari fase diam yang disebabkan oleh adanya gaya kapilaritas.

Opened Column Chromatography

Kromatografi dapat diibaratkan sebagai sebuah proses seleksi, baik itu seleksi alam dalam kehidupan makhluk hidup di muka bumi, atau lebih sederhananya seperti seleksi masuk perguruan tinggi oleh calon-calon mahasiswa lulusan dari SMA atau SMK. Mereka akan masuk pada perguruan tinggi, fakultas, atau program studi yang disesuaikan dengan nilai SNMPTN-nya. Bagi yang mendapat nilai tinggi akan mendapatkan kesempatan untuk masuk pada perguruan tinggi atau program studi favorit sesuai dengan kapabilitasnya. Sedangkan bagi yang mendapatkan nilai rendah, tentunya akan tinggal pada perguruan tinggi atau program studi yang grade-nya lebih rendah, sesuai dengan kapabilitasnya. Walaupun penggambaran ini tidak seratus persen tepat, tapi cukup untuk menjelaskan dengan cara yang mudah mengenai kromatografi ini. Dalam hal ini, sekumpulan atau asosiasi perguruan tinggi negeri dapat dikatakan sebagai fase diam (stable phase), sedangkan untuk mobile phase-nya adalah proses SNMPTN itu sendiri, yang dimulai dari fase pendaftaran, ujian, sampai pengumuman. Sedangkan lulusan SMA/SMK diibaratkan sebagai komponen-komponen tunggalnya yang akan kita pisahkan sesuai dengan kapabilitasnya. Begitu fase pendaftaran SNMPTN dimulai, berarti proses kromatografi berjalan, sampai nanti pada fase pengumuman hasil. Setelah proses selesai maka akan tampak sebuah peta klasifikasi atau penempatan lulusan-lulusan SMA/SMK tadi (yang sekarang sudah menjadi mahasiswa) pada perguruan tinggi atau program studi sesuai dengan grade atau nilai SNMPTN yang mereka hasilkan.

Sekarang, dalam bidang fitokimia, terutama dalam proses pencarian komponen-komponen aktif yang akan digunakan untuk pengembangan obat, makanan fungsional, suplemen ataupun produk-produk kesehatan lainnya, komponen aktif yang dipilih bukan berarti yang paling tinggi posisinya, atau dalam proses SNMPTN tadi yang paling tinggi grade-nya, tetapi yang dicari adalah yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Misalkan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, atau anti gastritis atau fungsi yang lainnya, maka bisa diambil atau diisolasi dari posisi mana saja, yang penting memiliki aktivitas biologis yang sesuai dengan yang dibutuhkan. Jadi dalam contoh SNMPTN tadi, jika kita membutuhkan lulusan yang akan ditempatkan pada divisi marketing atau public relation (PR), maka yang kita butuhkan adalah lulusan yang supel, mudah bergaul, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, berpenampilan menarik, dan energik, maka menjadi tidak benar/cocok kalau mengambil lulusan dari fakultas kedokteran Universitas Indonesia misalnya, walaupun memiliki grade yang tinggi.

Mekanisme kromatografi didasarkan pada prinsip perbedaan polaritas, misalkan akan diurutkan atau dipisahkan komponen kimia dari yang paling polar sampai yang paling kurang polar. Perbedaan polaritas komponen kimia ini disebabkan oleh gugus fungsi yang dimilikinya. Sebagai contoh jika sebuah komponen memiliki gugus fungsi hidroksil (-OH) yang banyak, maka komponen itu akan cenderung bersifat polar. Sedangkan yang memiliki gugus metoksil (CHO), akan cenderung kea rah polaritas yang rendah karena adanya atom karbon.

Berdasarkan fase kepolaran kromatografi dibedakan menjadi dua teknik, yaitu fase normal (normal phase / NP) dan fase terbalik (reversed phase / RP). Kromatografi dengan teknik NP mengurutkan komponen dari yang paling polar ke yang paling kurang polar, sedangkan kebalikannya, teknik RP mengurutkan dari yang kurang polar ke yang paling polar. Masing-masing teknik dijalankan sesuai dengan kebutuhan riset dan sifat komponen yang akan diisolasi. Kedua teknik kromatografi tersebut berbeda pada jenis bahan atau material yang digunakan untuk fase diam (stable phase), dan tentunya pelarut (solvent) yang digunakan untuk fase bergerak (mobile phase). Pada teknik NP, fase diamnya menggunakan material yang bersifat polar, dalam hal ini biasanya mengaplikasikan silica gel (SiO2) dalam sebuah kolom, dengan berbagai ukuran diameter partikel (), sedangkan untuk fase bergeraknya digunakan kombinasi pelarut kloroform-metanol-air dengan berbagai perbandingan sesuai kebutuhan. Untuk teknik RP, fase diamnya menggunakan material yang bersifat nonpolar, misalnya ODS (Octadesylsilane), dan fase bergeraknya menggunakan kombinasi pelarut metanol-air.

TLC viewed under UV 254 nm

Mekanisme kromatografi sebenarnya sangat sederhana. Pada teknik NP, dengan fase diam yang bersifat polar, maka komponen-komponen kimia dengan polaritas tinggi berusaha secepat mungkin untuk menjauhi atau menghindari media polar tadi, dan cenderung mengikuti atau lebih suka ke fase bergeraknya (solvent/eluent– disebabkan adanya pelarut kloroform), sehingga komponen-komponen tersebut akan bergerak lebih cepat. Sedangkan komponen-komponen yang memiliki kepolaran rendah, cenderung menyukai fase diam dibanding fase bergerak, karena memiliki kepolaran yang serupa. Pada proses kromatografi, misalkan untuk proses isolasi, maka komponen-komponen dengan kepolaran rendah akan terelusi (keluar) lebih cepat dibandingkan komponen-komponen dengan kepolaran yang lebih tinggi. Hal sebaliknya terjadi untuk kromatografi dengan teknik RP, di mana komponen-komponen dengan polaritas lebih tinggi, misalkan komponen yang memiliki sakarida (glikon) yang terikat di salah satu gugusnya, maka akan terelusi lebih awal dibanding komponen yang sama tetapi tidak memiliki glikon, karena sakarida bersifat sangat polar.

Dalam penerapannya, banyak sekali teknik kromatografi yang ada saat ini, antara lain thin layer chromatography (TLC), open column liquid chromatography, medium pressure liquid chromatography (MPLC), high pressure liquid chromatography atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC), dan juga GC (gas chromatography), di mana fase bergeraknya berupa gas iner (nitrogen atau karbondioksida). Selain itu penggunaannya juga sangat luas tidak terbatas pada bidang fitokimia tapi juga digunakan pada bidang fisika, analisis cemaran lingkungan dan lain-lain.

Wonju, 12 April 2011, 16:28

Beberapa Kalimat yang Memotivasi

Kalimat-kalimat ini ditemukan (tepatnya terbaca) pada saat kuliah di IPB pada semester lima ketika kost satu kamar dengan Prihardadi (Temon). Ada sebuah buku kecil yang berisi dua puluh kalimat motivasi. Kalau ga salah judulnya Rahasia menjadi Juara. Sungguh disayangkan, terlupakan siapa penulis buku kecil itu. Delapan kalimat di bawah ini bisa ditulis kembali di sini, karena sempat tercatat dalam sebuah buku agenda (sekarang sepertinya sudah hilang buku agenda itu). Tapi alhamdulillah, di belakang halaman pengesahan skripsi, delapan kalimat ini dicantumkan, niatnya agar pembaca skripsi juga dapat membaca kalimat-kalimat itu di samping membaca isi skripsinya, selain memang cukup mencerminkan juga dari perjuangan dalam penyelesaian penelitian dan skripsi yang memang luar biasa, dihiasi dengan berbagai pengalaman yang tidak terlupakan baik pahit maupun manisnya. Agar kalimat-kalimat ini bermanfaat lebih, maka ditulis kembali di sini, walaupun penulis pertama buku itu tidak tercantumkan, tapi insyaAllah, jika ada manfaatnya, maka berkahnya akan kembali juga untuknya.

  1. BERANILAH MEMASUKI WILAYAH YANG PENUH TANTANGAN, JANGAN BERDIAM DIRI DI TEMPAT YANG NYAMAN DAN AMAN SAJA. INGATLAH KARAKTER ANDA DIBENTUK DALAM BADAI, BUKAN DALAM KETENANGAN.
  2. KEMBANGKANLAH KEBIASAAN BERTINDAK. BILA ANDA SUDAH MEMPUNYAI PENGETAHUAN DAN KESADARAN, MAKA LANGKAH YANG PENTING ADALAH BERTINDAK. TINDAKANLAH YANG AKAN MEMBUAT PENGETAHUAN DAN KESADARAN ANDA MENGUBAH HIDUP ANDA.
  3. LAKUKANLAH SEGERA APA YANG ANDA HARUS LAKUKAN. KEBIASAAN MENUNDA TIDAK SAJA AKAN MENGIKIS RASA PERCAYA DIRI DAN MEMBUAT ANDA LEMAH, TAPI JUGA BISA MEMBUAT MASALAH SEMAKIN BESAR.
  4. HADAPILAH SETIAP MASALAH YANG DATANG BUKAN SEBAGAI ANCAMAN YANG AKAN MENGALAHKAN, TAPI SEBAGAI TANTANGAN YANG AKAN MEMBUAT ANDA SEMAKIN KUAT.
  5. BERPEGANGLAH PADA PRINSIP: YANG SUDAH BERLALU BIARLAH BERLALU, DAN YANG AKAN TERJADI BIARLAH TERJADI. JANGAN BIARKAN MASA LALU MENGGANGGU DAN JANGAN BIARKAN MASA DEPAN MERUSAK MASA KINI. YANG PENTING ANDA MENGISI MASA KINI DENGAN HAL-HAL YANG POSITIF.
  6. ANGGAPLAH SETIAP KEGAGALAN SEBAGAI PELAJARAN, BUKAN ALASAN UNTUK MENYERAH. DENGAN DEMIKIAN ANDA TIDAK DIKALAHKAN OLEH KEGAGALAN, NAMUN DIBESARKAN OLEH KEGAGALAN.
  7. JANGAN MUDAH MENYERAH MENGHADAPI SITUASI DAN KONDISI APAPUN. BERTAHANLAH DAN CARILAH JALAN KELUARNYA. SELAMANYA TERLALU PAGI UNTUK MENYERAH.
  8. BERANILAH UNTUK MENGAKUI KEUNGGULAN, KELEBIHAN ATAU PRESTASI ORANG LAIN TANPA MERASA RENDAH DIRI. BIASAKANLAH MELIHAT SISI SISI POSITIF ORANG LAIN DAN PUJILAH DENGAN SOPAN DAN TULUS. HINDARI PERASAAN IRI HATI KETIKA ORANG LAIN DIPERLAKUKAN SECARA ISTIMEWA DI HADAPAN ANDA.

Semoga bermanfaat,

Wonju, 11 April 2011, 23:48.

Thin Layer Chromatography – Kromatografi Lapis Tipis

Berdasarkan jenis kepolaran, Thin Layer Chromatography (TLC) system, atau disebut sebagai kromatografi lapis tipis dibedakan menjadi dua, yaitu normal phase (NP) dan reversed phase (RP). Dalam sebuah TLC sendiri ada dua komponen utama, yaitu fase diam (stable / immobilized phase) dan fase gerak (mobile phase) atau biasa disebut solvent/eluent. Pada jenis NP, untuk fase diam-nya digunakan bahan yang bersifat polar, pada umumnya menggunakan material silica gel (SiO2). Sedangkan pada jenis RP menggunakan material yang bersifat non polar, salah satunya adalah ODS (Octadecylsilane). Harga ODS sendiri jauh sangat mahal dibandingkan dengan harga silica gel, sehingga biaya TLC menggunakan sistem reversed phase membutuhkan biaya yang lebih tinggi.

Sebuah TLC dari sebuah Butanol ekstrak tanaman Lamiaceae

Material yang digunakan dalam fase gerak memiliki sifat yang berkebalikan dengan sifat material yang digunakan dalam fase diamnya. Kenapa demikian, hal ini berfungsi untuk mengetahui apakah nantinya komponen atau senyawa aktif yang diuji di atas TLC dapat diketahui dia lebih cenderung ‘menyukai’ fase diam atau fase geraknya. Kalau senyawa itu lebih menyukai fase diamnya, berarti dia tidak akan bergerak cepat mengikuti laju pergerakan solvent yang disebabkan oleh daya kapilaritas, sehingga titik henti atau retention time (Rf), berada pada nilai rendah (posisi bagian bawah dari TLC), biasanya memiliki nilai Rf antara 0.20 – 0.30. Sedangkan kalau senyawa itu cenderung menyukai solventnya, maka dia akan cepat bergerak mengikuti arus kapilaritas dari solvent tersebut, biasanya berada pada nilai Rf antara 0.75 – 0.90.
Dengan demikian. pada NP system, dimana digunakan bahan bersifat polar sebagai fase diamnya, maka untuk fase geraknya digunakan solvent yang memiliki kepolaran yang rendah. Pada umumnya digunakan campuran antara chloroform dan methanol dengan berbagai perbandingan dimana komponen chloroform diberikan porsi yang lebih besar sebagai contoh (CHCl3:MeOH=65:35, 70:30, 75:25 dsb). Sedangkan pada RP system solvent yang digunakan memiliki sifat kepolaran yang tinggi, dalam hal ini campuran antara methanol dan air merupakan perpaduan yang sering digunakan dengan berbagai perbandingan misalnya MeOH:water= 30:40, 50:50, atau 30:20. Angka perbandingan ini disesuaikan dengan karakteristik senyawa yang sedang diuji. Berkaitan dengan perbandingan dari campuran solvent ini akan dibahas kemudian.

Normal Phase TLC using SiO2

Reversed phase TLC (ODS/Octadecylsilane)

Sekarang, bagaimana cara kerja dari kedua sistem TLC tersebut? Yang pertama untuk sistem NP, jika kita menguji kepolaran antara 3 jenis senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya. Sebagai contoh, berturut-turut dari senyawa A, B dan C, memiliki tingkat polaritas dari yang tertinggi ke yang rendah. Maka ketika ketiga senyawa diuji pada NP TLC senyawa A akan berada pada posisi terbawah (Rf terkecil), C akan berada di posisi teratas (Rf tinggi), sedangkan B akan berada di posisi tengah antara A dan C. Hal ini terjadi karena A (polaritas tinggi) secara kimia akan cenderung menyukai fase diam daripada fase geraknya karena sama-sama bersifat polaritas tinggi sehingga ikatan kimianya lebih kuat. Dengan demikian si A ini lebih memilih diam bersama menempel fase diam daripada ikut bergerak ke atas bersama solvent. Sedangkan senyawa C dengan polaritas yang lebih rendah tentunya ikatan kimia dengan fase diam lebih rendah, sehingga dia mempunyai kecenderungan menyukai fase gerak, oleh karena itu dia akan bergerak mengikuti pergerakan solvent yang pada akhirnya akan berhenti pada posisi tertentu (Rf). Sudah bisa dipastikan bahwa senyawa B akan berada pada posisi tengah2 antara A dan C.
Prinsip yang sama juga terjadi pada sistem RP, hanya saja hasilnya akan berkebalikan dengan NP, dalam kasus di atas senyawa A akan berada pada posisi teratas dan C pada posisi terbawah. Hal ini bisa dipahami karena memang baik fase diam maupun fase gerak kedua sistem berlawanan sifatnya.
Prinsip kedua jenis TLC yang telah dijelaskan di atas juga digunakan untuk column chromatography (CC). Karena pada dasarnya antara TLC dan CC adalah sama secara sistem kerjanya, hanya berbeda dari segi skala atau volume yang digunakan, baik fase diam atau fase gerak yang digunakan maupun senyawa yang dielusikan ke dalamnya.
Kemudian berkaitan dengan perbandingan campuran solvent yang digunakan. Perbandingan yang dipakai didasarkan pada karakteristik senyawa yang diujikan. Yang pertama untuk aplikasi pada jenis NP, jika senyawa yang diujikan memiliki tingkat polaritas yang tinggi, maka dia akan berada pada posisi Rf yang sangat kecil, misalkan antara 0.01-0.20, hal ini nanti akan kurang jelas terlihat pada saat pengamatan hasil dan yang lebih penting lagi ketika diaplikasikan pada skala yang lebih besar dengan menggunakan column chromatography maka hal ini akan menyulitkan proses elusi. Untuk itu agar Rf berada pada rentang 0.40-0.60, maka tingkat polaritas solvent harus ditingkatkan, misalkan pada awalnya menggunakan (CHCl3:MeOH=70:30), maka bisa ditingkatkan konsentrasi methanolnya menjadi (CHCl3:MeOH=60:40 atau 65:35), tergantung hasil ujioba (trial and error). Dan sebaliknya jika Rf terlalu tinggi (0.75-0.90) maka dapat diturunkan dengan menurunkan konsentrasi dari MeOH (atau lebih tepatnya komponen solvent dengan polaritas yang lebih tinggi)
Hal serupa juga berlaku pada sistem RP, misalkan fase geraknya adalah campuran antara methanol dan air, maka untuk mempertinggi nilai Rf dilakukan dengan cara meningkatkan konsentrasi methanol. Sebaliknya untuk menurunkan nilai Rf dengan cara meningkatkan konsentrasi air dalam campuran fase geraknya. Perbandingan yang optimal hanya didapatkan dengan melakukan beberapa uji trial and error dengan berbagai perbandingan, dapat dimulai dari standar (MeOH:water=1:1). Dapat disimpulkan untuk penentuan formulasi optimal fase gerak, yang menjadi kunci adalah permainan konsentrasi methanol, baik untuk NP maupun RP. Khusus pada RP sendiri, peran methanol sebagai kunci karena dia memiliki boiling point atau titik didih yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan air, sehingga daya kapilaritasnya akan lebih tinggi dibandingkan air.
Demikian semoga bermanfaat..